11.08.2009

Rekaman Kehidupan Kita

.

Akhir-akhir ini, telinga kita ‘dihiasi’ dengan informasi tentang perseteruan antara ‘Cicak dan Buaya’. Perseteruan dua lembaga negara penegak hukum itu semakin meruncing ketika seluruh komponen masyarakat Indonesia, diperdengarkan rekaman-rekaman suara telepon beberapa orang yang diduga terlibat dalam kasus-kasus yang hangat dibicarakan ini. Rekaman-rekaman yang berdurasi total kira-kira empat setengah jam ini , oleh beberapa pihak, dinilai akan membuka “tradisi praktek mafia” dalam lembaga penegak hukum. Rekaman itu seakan menggegerkan semua pihak, entah itu Presiden dan pemerintah, wakil rakyat, POLRI, Kejaksaan, KPK, pengusaha, ulama’, sampai rakyat. Reaksi dari orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini berbeda-beda. Ada yang bersumpah atas nama Allah bahwa dirinya sama sekali tidak terlibat. Ada yang menuding orang lain. Ada yang yakin bahwa dirinya benar. Ada yang melarikan diri ke luar negeri. Ada yang sengaja mencatut nama seseorang yang mungkin sebenarnya tidak terlibat. Ada yang menangis. Ada yang semakin lantang menyuarakan kebenaran. Masyarakat pun berbeda-beda dalam bereaksi. Sampai berita terakhir yang saya dengar, kasus ini semakin ruwet, benang semakin kusut.


Kita lihat, rekaman suara beberapa orang saja, hanya selama sekita 4,5 jam, sudah menggegarkan orang seluruh Indonesia, bahkan beritanya sampai ke luar negeri. Tapi mungkin kita lupa bahwa sebetulnya kita mempunyai rekaman, yang bisa jadi, membuat kita seakan tidak ada waktu untuk mencari aib orang lain, dan lebih memperhatikan diri kita. ‘Rekaman Kehidupan’ kita masing-masing akan kita dengarkan di pengadilan akhirat kelak. Dan itu pasti, setiap orang, tak terkecuali. Entah kita sebagai presiden, wakil rakyat, polisi, penegak hukum, ulama’, pengusaha, mahasiswa, karyawan, atau apapun profesi kita.
Rekaman ini pastinya sangat berbeda dengan rekaman ‘Cicak vs Buaya’ itu. Rekaman ini dimiliki setiap orang. Rekaman ini tingkat kebenarannya 100%, tak perlu diragukan lagi. Tidak ada yang didistotsi, ditambahi, dibuat-buat, dipalsukan, direkayasa.Tak bias kita menolak, mengelak, memprotes, atau bahkan menyewa tim kuasa hukum untuk menentang rekaman itu, karena bukti rekaman itu teralu kuat dan terlampau valid untuk ditentang. Rekaman ini merupakan cerminan semua yang kita perbuat di dunia secara detail. Baik atau buruk. Bermanfaat atu tidak. Sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Bersama orang lain atau sendirian. Tidak ada yang luput. Semuanya direkam dan kelak akan diperdengarkan.
Seluruh anggota tubuh kita akan jujur memperdengarkan apa yang dilakukakannya. Mata, telinga, lisan, dan kulit kita. “Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (Fushshilat: 22).
Belum lagi tangan dan kaki kita, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka danmemberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Yaasin: 65). Bahkan hati kita kelak tidak akan tinggal diam, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjwabannya.” (Al-Isra’: 36). Ketidaksesuaian antara mulut dan hati kita pun di dunia, kelak akan terbongkar, “…orang-orang yang mengatakan dengan mutlut mereka, ‘Kami telah beriman’, padahal hati mereka belum beriman….” (Al-Ma’idah: 41).
Maka, semuanya akan tersibak jelas, terbuka secara nyata, tanpa ada yang tersembunyi, dan sangat teliti, meskipun kebaikan atau keburukan yang seberat atom. Karena sebetulnya kita tahu, yang menyelenggarakan ‘acara putar rekaman’ ini adalah Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, yang Mahamengetahui segala isi hati, agar setiap kebaikan diganjar dengan kebaikan pula, dan keburukan akan dibalas dengan azab yang buruk pula. Agar orang-orang sholeh mendapatkan apa yang dijanjikan-Nya, dan orang-orang zhalim mendapatkan ancaman-Nya. Agar ada perbedaan antara yang baik dan buruk, yang mulia dan hina. Agar yang benar tetap menjadi mulia. Dan itulah keindahan keadilan-Nya.
Kita memohon kepada Allah akan surga dan apa-apa yang mendekatkannya dari perkataan dan amal kita, serta kita berlindung kepada Allah dari neraka dan apa-apa yang mendekatkannya dari perkataan dan amal kita.

Wallahu a’lam bish-showab.

Saudaramu,al faqir ila Allah
mahatir kh
gueikhwan@gmail.com



0 comments

Posting Komentar